Senin, 21 Mei 2012

Ankle Sprain

Cedera pergelangan kaki/ankle merupakan cedera yang sering terjadi pada sepakbola profesional. Ankle sendiri terdiri dari tulang tibia, fibula, calcaneus dan thalus, yang distabilkan oleh 3 ligamen di bagian luar dan 4 ligamen di bagian dalam. Sebagaimana layaknya persendian yang lain, cedera pada daerah ini bila tidak tertangani dengan benar cenderung akan sering berulang dan menjadi sumber cedera bagian tubuh yang lain seperti otot betis, lutut, hamstring, pinggang dan tulang belakang.




Fong et al.(2007) dalam penelitiannya tentang cedera olahraga yang terjadi antara tahun 1977 - 2005 mengungkapkan bahwa cedera ankle adalah cedera terbanyak kedua setelah cedera lutut yang dialami oleh para atlet profesional. Cedera ankle yang terbanyak adalah sprain(cedera ligamen).

Mengapa ankle bagian luar lebih mudah cedera?
Pada ankle terdapat 3 ligamen di bagian luar/lateral dan 4 ligamen di bagian dalam/medial. Secara alami karena pengaruh gravitasi saat melompat kaki akan cenderung berbelok ke arah dalam(inversi) daripada ke arah luar (eversi). Kombinasi antara jumlah ligamen yang lebih sedikit dan inversi inilah yang membuat ankle bagian luar lebih sering cedera.

Mengapa cedera ankle mudah kambuh?
Pada kasus ankle sprain yang parah, ligamen robek cukup luas atau bahkan putus sama sekali. Hal ini mengakibatkan posisi kaki lebih mudah inversi/menekuk ke dalam, sehingga lebih mudah terkilir. Pencegahan agar tidak sering kambuh adalah dengan latihan penguatan otot sekitar ankle dan penggunaan tape/ankle support.

Bagaimana pertolongan pertama cedera ankle?
Cedera akut pada otot/tendon/ligamen selalu sama, yaitu RICE. Rest (istirahat), Ice (kompres es 15 - 20 menit berulang-ulang sesegera mungkin setelah cedera selama 2-3 hari), Compression (penekanan dan imobilisasi daerah yang cedera dengan perban elastis), dan Elevation (menyangga ankle dengan bantal lebih tinggi dari jantung). RICE tidak boleh terlambat dilakukan karena terlambat 5 menit saja dalam memberikan kompres es dapat memperlambat proses penyembuhan. Pada masa akut ini tidak boleh diberikan pemijatan dan pemanasan karena memperparah proses perdarahan/bleeding serta peradangan pada ligamen yang robek. Setelah dilakukan pertolongan pertama di lapangan sebaiknya periksa ke dokter untuk diagnosis dan pengobatan lebih lanjut.




Program pemulihan ankle sprain
Program ideal untuk pemulihan ankle sprain melibatkan dokter olahraga yang menentukan dosis dan jenis latihan program pemulihan, fisioterapist untuk membantu pemulihan melalui berbagai metode fisioterapi dan pelatih fisik yang berperan mengembalikan tingkat kebugaran ke level yang optimal.
Secara garis besar program tersebut adalah sebagai berikut :

Minggu ke-1
Pemain fokus untuk penyembuhan fase akut yaitu mengurangi nyeri dan bengkak. Setelah 2-3 hari melakukan RICE dan pengobatan, maka pemain dapat mulai stretching statis untuk mengembalikan kelenturan. Stretching dilakukan ke segala arah secara maksimal tanpa memicu nyeri selama 15-30 detik 2-3 kali setiap pagi dan sore.

Minggu ke-2 dan ke-3
Apabila nyeri dan bengkak sudah minimal, pemain fokus untuk mengembalikan kekuatan dan persarafan ankle. Secara bertahap pasien mulai belajar berjalan dan latihan kekuatan otot sekitar ankle. Berjalan pada pasir atau rerumputan selama 15-30 menit sangat bermanfaat untuk mengembalikan fungsi saraf pada ankle yang nantinya akan sangat berperan dalam proses keseimbangan.




Latihan penguatan mulai dari beban yang ringan bisa dilakukan 3-4 kali seminggu dengan disupport tapping dan diawasi oleh fisioterapist atau instruktur. Setelah latihan pemain wajib dikompres es 15-20 menit untuk mencegah proses peradangan akibat latihan.
Pada tahap ini pemain mulai berlatih untuk jalan cepat, meningkat bertahap menjadi joging ringan selama 30 menit.

Minggu ke-4
Fokus untuk mengembalikan power dan endurance. Setelah nyeri hilang, kelenturan pulih dan kekuatan otot sudah cukup maka dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. Latihan lari mulai dilakukan bertahap selama 20-30 menit dan ankle mulai dipapar dengan pembebanan yang bersifat eksplosif seperti skipping dan plyometrik (lompat "kijang", naik turun tangga, melompati balok/kubus). Fase ini harus sangat berhati-hati dan harus diawasi oleh instruktur atau bahkan dokter secara langsung. Dosis latihan mulai dari yang ringan dan mudah, bertahap semakin berat dan sulit. Pada fase ini pemain yang cedera sudah mulai berlatih di lapangan, mulai berlatih dribbling dan passing. Pemain belum boleh mengikuti latihan game.








Minggu ke-5, "return to play !!!"
Pada fase ini pemain kembali berlatih di lapangan dengan volume latihan meningkat bertahap untuk pelan-pelan dapat berlatih normal kembali. Pelatih fisik berperan vital pada tahap ini, dimana dituntut untuk dapat mengembalikan kelincahan, kecepatan, kekuatan dan daya tahan pemain ke kondisi yang optimal.
Program pemulihan ankle sprain bervariasi lama dan metodenya, tergantung pada tingkat keparahan cedera. Pada umumnya perlu waktu 4-6 minggu untuk dapat kembali bermain di lapangan hijau.



- Posted using BlogPress from my iPad

Senin, 14 Mei 2012

Cedera otot & ligamen

Cedera muskuloskeletal adalah kerusakan pada jaringan otot, tendon, ligamen atau tulang. Tendon adalah ujung dari otot yang padat yang melekat pada tulang, ligamen adalah jaringan ikat yang merupakan "pengikat" beberapa tulang agar tetap stabil dalam bergerak. Istilah "urat" pada masyarakat awam biasanya merujuk pada tendon.
Penelitian terhadap pemain bola di Eropa (Ekstrand et.al, 2012), tercatat bahwa rata-rata setiap musim seorang pemain mengalami 2 kali cedera muskuloskeletal (otot/ligamen/sendi/tulang). Kasus terbanyak adalah cedera hamstring sebanyak 12%, diikuti oleh ligamen lutut MCL 9% dan otot quadricep 7%. Dari seluruh jumlah kasus yang diteliti, ternyata sebanyak 12% adalah "re-injury", atau cedera lama yang kambuh lagi.
Apa yang terjadi,dengan otot atau ligamen yang cedera? Seperti pada gambar di bawah, bahwa setiap otot atau ligamen yang cedera akan mengalami kerusakan, baik ringan maupun berat. Jaringan yang cedera akan mengalami perdarahan dan mengeluarkan mediator kimia yang memicu terjadinya proses inflamasi/peradangan (bengkak, panas dan nyeri). Kondisi radang tersebut akan memicu terjadinya gangguan fungsi gerak dari kelompok otot yang bersangkutan.




Salah kaprah pijat/urut

Kebiasaan buruk yang masih sering dilakukan di Indonesia adalah memijat atau mengurut otot/ligamen yang baru terkena cedera. Bisa dibayangkan ketika otot yang cedera tersebut baru saja robek lalu diurut-urut, apa yang terjadi? Tentu robekan dan perdarahan yang baru saja terjadi akan semakin luas dan parah. Pijat atau urut adalah metode terapi untuk melancarkan aliran darah dan relaksasi otot yang kaku. Pijat, khususnya "sports massage", dapat dilakukan oleh ahlinya setelah fase akut inflamasi selesai, yaitu setelah cedera stabil, tidak terjadi lagi perdarahan dan peradangan. Biasanya "sports massage" untuk melancarkan sirkuasi dan mengembalikan elastisitas otot dapat mulai dilakukan setelah 3 hari pasca cedera. Tentu sebaiknya dikonsultasikan dulu dengan dokter olahraga untuk memastikan kondisi cedera.

Apa yang harus kita lakukan setelah cedera ?
Pada prinsipnya ada dua hal utama yang harus dilakukan, yang pertama adalah penanganan terhadap nyeri yang timbul akibat kerusakan jaringan, dan yang kedua adalah mencegah agar kerusakan jaringan tersebut tidak bertambah parah sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Kedua hal tersebut dapat terjadi apabila kita mengaplikasikan TERAPI DINGIN, yaitu mengompres area yang cedera dengan es. Anda tidak perlu repot-repot melakukan berbagai macam terapi selama fase akut peradangan tersebut, karena fase penyembuhan seperti yang terlihat pada gambar di samping tidak dapat dipercepat dengan cara apapun. Yang dapat kita lakukan adalah MENGOPTIMALKAN proses penyembuhan tersebut dengan cara yang tepat. Berbagai macam metode terapi berfungsi untuk mensuport agar proses penyembuhan terjadi dengan baik.

Pertolongan pertama di lapangan
Lama proses recovery tergantung jenis jaringan yang cedera dan derajat keparahannya. Dokter olahraga akan memberikan terapi dan saran program "return to play", yang biasanya akan melibatkan fisioterapist dan instruktur terlatih.
Sebelum Anda berkonsultasi dengan dokter, pertolongan pertama terhadap cedera harus dilakukan dengan baik dan benar. Pertolongan pertama yang salah pada cedera akan memperparah cedera dan memperlambat proses penyembuhan.
Sebenarnya pertolongan pertama pada cedera otot dan tulang cukup sederhana. Di awal telah dijelaskan bahwa tahap awal penanganan cedera hanyalah mengatasi nyeri dan mencegah proses peradangan akibat kerusakan jaringan dengan terapi dingin. Untuk itu, di kalangan olahraga populer adanya istilah RICE.

R.I.C.E.

Rest, mengistirahatkan anggota tubuh yang cedera.

Ice, kompres dengan es. Anda bisa memakai ice pack, atau lebih bagus es batu yang dihancurkan kecil, kemudian dimasukkan dalam kantung plastik lalu dibungkus dengan kain tipis basah. Kenapa harus dilapisi kain tipis basah? Karena menempelkan es secara langsung ke kukit berpotensi menyebabkan cold injury berupa kerusakan sel kulit dan jaringan lunak di bawahnya karena suhu yang terlalu dingin. Es ditempelkan secara merata pada area yang cedera, kemudian dibakut dengan perban elastis atau plastic wrap selama 15-20 menit. Aplikasi es untuk cedera dapat dilakukan berulang-ulang tiap 1 jam atau lebih tergantung keparahan cedera. Selama masa akut peradangan tersebut kompres dengan es dapat terus dilakukan. Biasanya peradangan akan berhenti setelah 2-3 hari.

Compression, area yang cedera dibalut dengan perban elastis, yang bertujuan untuk meminimalkan pergerakan dan mencegah atau mengurangi pembengkakan.

Elevation, tinggikan daerah yang cedera agar darah dan cairan yang terakumulasi pada area cedera dapat mudah mengalir sehingga pembengkakan cepat teratasi.




Setelah pertolongan pertama dilakukan dengan baik, apabila cedera yang terjadi dirasa cukup berat maka disarankan utuk berkonsultasi dengan dokter olahraga. Perlu diperhatikan bahwa setelah peradangan selesai dan cedera mulai stabil, otot/tendon/ligamen yang cedera belum siap untuk langsung digunakan berolahraga lagi. Diperlukan program pemulihan secara bertahap sebelum siap berolahraga kembali. Konsultasikan dengan dokter olahraga program pemulihan yang sesuai dengan jenis dan kondisi cedera.

- Posted using BlogPress from my iPad

Sabtu, 12 Mei 2012

Vitamin dan Suplemen dalam Sepak Bola ???


Pertanyaan yang sering sekali ditanyakan pecinta bola adalah suplemen atau vitamin apa yang sebaiknya dikonsumsi agar dapat bermain bola dengan hebat? Pertanyaan tersebut sangat wajar karena banyak bintang sepakbola di seluruh dunia selalu menjadi bintang iklan produk-produk vitamin dan suplemen yang mengklaim mampu meningkatkan performa. Harus disadari bahwa produsen-produsen vitamin dan suplemen mampu mengontrak para bintang dengan nilai yang fantastis, karena memang bisnis vitamin dan suplemen beromzet triliunan rupiah. Iklan yang sedemikian masif tersebut seringkali sangat merugikan karena memberikan "pesan" yang salah pada sebagian masyarakat. Mereka menganggap bahwa untuk menjadi pemain top harus mengkonsumsi berbagai macam vitamin dan suplemen. Sedikit uraian di bawah ini semoga dapat memberikan tambahan informasi yang bermanfaat sehingga kita menjadi lebih bijaksana dalam memilih vitamin/suplemen.

Ergogenik
Dalam olahraga, terdapat istilah ergogenik yaitu alat/bahan/metode yang dapat meningkatkan performa olahraga. Dalam hal ini, doping termasuk didalamnya. Yang membedakan doping dari zat atau metode ergogenik lainnya adalah bahwa doping berbahaya bagi kesehatan dan merusak unsur fairplay dalam olahraga.

Klasifikasi zat/metode ergogenik terdiri dari :
1. Mekanik, contohnya sepatu lari yang ringan, seragam yang aerodinamis dan ringan
2. Psikologis, contohnya hipnosis, relaksasi
3. Fisiologis, contohnya latihan di dataran tinggi, blood doping ( tranfusi darah untuk meningkatkan kadar hemoglobin - biasanya digunakan pada cabang endurance)
4. Farmakologi, contohnya anabolik steroid, ephedrine
5. Nutrisi, contohnya glikogen loading, ginseng

Nah dimanakah posisi vitamin/suplemen makanan? Sangat sedikit yang merupakan nutrisi ergogenik. Berikut ini uraian singkat untuk berbagai vitamin/suplemen yang sering dikonsumsi masyarakat :



1. Vitamin
Vitamin yang sering diproduksi untuk olahraga adalah kombinasi hampir seluruh vitamin yang ada. Tentu hal tersebut sangat merugikan, mengingat peran utama vitamin dalam olahraga adalah sebagai antioksidan. Jadi vitamin berperan untuk mencegah kerusakan sel akibat aktivitas fisik yang terjadi selama olahraga. Vitamin sama sekali tidak menambah kekuatan atau daya tahan otot. Vitamin yang mempunyai efek antioksidan adalah vitamin A, C dan E. Vitamin yang memiliki efek mengurangi rasa pegal otot dan membantu regenerasi sel saraf adalah vitamin B, sehingga vitamin inilah yang disinyalir dapat membantu mencegah atau mengurangi kelelahan saraf di otot. Jadi sangat tidak beralasan bila kita mengkonsumsi vitamin dengan dosis yang sangat besar karena memang tidak akan memberikan efek yang positif. Bahkan konsumsi vitamin yang berlebihan akan berpotensi merugikan tubuh karena membebani sistem metabolisme. Vitamin yang berlebihan akan memperberat organ tubuh seperti liver dan ginjal untuk membersihkannya. Hal ini karena vitamin hanya diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam tubuh. Vitamin yang larut air seperti vitamin C dan B apabila sudah tidak dibutuhkan akan dibuang melalui ginjal, sedangkan vitamin yang larut lemak seperti A,D,E dan K akan ditimbun dalam sel lemak. Kelebihan vitamin akan memberikan efek keracunan atau intoksifokasi. Ahli gizi sepakat bahwa asupan vitamin yang paling baik adalah dari makanan dan buah-buahan yang dikonsumsi sehari-hari. Penelitian terakhir di USA tentang pemakaian multivitamin jangka panjang ternyata sangat mengejutkan, bahwa tidak ada perbedaan kesehatan yang bermakna pada individu yang mengkonsumsi multivitamin selama bertahun-tahun dengan individu yang tidak mengkonsumsinya. Jadi jelaslah sudah bahwa vitamin bukanlah "obat rutin" yang harus diminum setiap hari secara terus-menerus.

2. Kafein
Kafein adalah golongan adenosine antagonis yang memiliki efek sebagai stimulan saraf simpatis dan peningkatan metabolisme asam lemak. Terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa kafein dapat membantu meningkatkan endurance. Namun kafein memiliki efek yang cenderung berbeda pada setiap individu. Respon satu individu dengan yang lainnya sangat beragam. Efek samping kafein yang sering muncul pada individu yang sensitif adalah rasa cemas/gelisah, kegagalan fokus, gangguan pencernaan, gangguan tidur.
Dalam olahraga, kafein tidak dianggap sebagai doping asalkan tidak dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Konsentrasi maksimal yang diperbolehkan dalam urin adalah 12 µg/mL, selebihnya dianggap doping (batasan kadar konsentrasi dapat berbeda tergantung lembaga olahraganya).
Kafein tidak hanya terdapat dalam kopi, namun senyawa sejenis juga terdapat dalam teh, guarana dan mate.

3. Carnitine
Zat ini secara teoritis berperan mengurangi pemecahan glikogen otot, meningkatkan utilisasi lemak dan mengurangi produksi asam laktat. Dengan efek metabolisme seperti itu maka Carnitine sering dipromosikan sebagai suplemen untuk pelangsing dan meningkatkan endurance. Namun demikian sampai sat ini belum ada penelitian yang berhasil membuktikan bahwa Carnitine mampu meningkatkan performa fisik. Efek samping Carnitine bagi individu yang sensitif adalah diare atau gangguan pencernaan lainnya.

4. Kreatin
Kreatin adalah salah satu substansi yang mekanisme kerjanya meningkatkan produksi kreatin fosfat sebagai sumber ATP. Dengan mekanisme tersebut maka kreatin banyak digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan daya ledak/power otot. Efek samping kreatin adalah retensi cairan dalam otot sehingga memberikan kesan "besar" pada otot. Hal ini yang sering disalahartikan oleh para atlet atau masyarakat. Kreatin tidak dapat memicu hipertrofi otot, sehingga pembesaran otot akibat konsumsi kreatin semata-mata akibat penumpukan cairan dalam otot. Hal ini dapat merugikan karena akan memberikan tambahan berat badan yang tidak perlu bagi tubuh sehingga bisa justru menurunkan performa. Efek samping kreatin yang lainhya adalah kram otot, dehidrasi, gangguan pencernaan, mual, kejang, dan gangguan ginjal.

Demikianlah gambaran singkat tentang substansi-substansi yang sering digunakan dalam produk-produk suplemen. Dalam peningkatan performa, tidak ada yang dapat mengalahkan efek latihan dan nutrisi yang baik. Sesuai namanya, suplemen hanyalah unsur tambahan semata, yang energinya tidak melebihi sepiring nasi dan hanya diperlukan jika tidak tercukupi oleh makanan sehati-hari.