Jumat, 15 Juni 2012

Bahaya cuaca panas saat bermain bola

Hampir tidak ada pemain bola di Indonesia yang mampu bermain intensitas tinggi selama 90 menit. Bukan hanya masalah VO2 max yang selama ini banyak dikeluhkan, namun satu hal yang sering terlupakan yaitu faktor cuaca. Temperatur udara yang panas, selain menyebabkan dehidrasi juga akan mengganggu metabolisme, merusak sel-sel tubuh dan akhirnya akan berdampak penurunan performa tubuh.

Suhu, kelembaban dan angin
Tubuh manusia bukanlah mesin yang efisien. Sekitar 80% dari hasil metabolisme ATP di otot akan dirubah menjadi energi panas, sisanya digunakan untuk bergerak. Semakin kurang bugar seseorang, secara teoretis tubuhnya akan semakin tidak efisien. Mirip seperti kendaraan bermotor, dimana sebagian hasil pembakaran bahan bakar dirubah menjadi energi panas. Selain hasil metabolisme di otot, tubuh pemain bola juga menerima panas dari sinar matahari, baik secara langsung maupun refleksi panas matahari dari lapangan.




Sumber panas dan pengeluaran panas pada pemain bola (sumber : nismat.org)
Di kota besar seperti Jakarta, iklim tropis yang panas dikombinasikan dengan kelembaban udara yang tinggi akan mengakibatkan suhu lingkungan terasa semakin tinggi.

Kombinasi suhu dan kelembaban dapat dilihat pada tabel berikut :




Terlihat bahwa semakin tinggi kelembaban udara, suhu tubuh akan semakin tinggi.

Suhu ideal untuk berolahraga adalah pada kisaran 80-89 derajat Fahrenheit, atau sekitar 26-31 derajat Celcius. Kelembaban yang dianjurkan adalah 40-60 %. Pada suhu dan kelembaban ideal tersebut keringat yang keluar dari tubuh akan mudah menguap sehingga membantu mempercepat mendinginkan suhu tubuh.

Sebagai informasi, di kota besar seperti Jakarta memiliki kisaran suhu 22-32 derajat Celcius dan kelembaban sekitar 70 %. Dengan demikian, waktu terbaik untuk olahraga out door di Jakarta adalah pada pagi hari (bila memungkinkan), saat matahari belum terlalu panas, atau sore hari saat cuaca mulai dingin dan teduh. Langkah yang paling ideal untuk keselamatan tentu saja mengukur suhu dan kelembaban lingkungan sebelum berolahraga, seningga kita bisa menetapkan langkah-langkah pencegahan terkait resiko cedera karena panas.

Faktor lain yang mempengaruhi panas tubuh adalah tiupan angin. Pada suhu dan kelembaban tinggi, bila angin tidak banyak bertiup berakibat keringat akan sangat sulit menguap sehingga suhu badan lebih sulit diturunkan. Bahaya berikutnya adalah munculnya cedera akibat panas ataupun dehidrasi.

Salah kaprah penggunaan jaket parasut/baju training yang tebal

Masih banyak masyarakat Indonesia yang berolahraga menggunakan jaket parasut atau baju training yang tebal di cuaca yang panas. Alasan yang dipakai oleh atlet atau masyarakat adalah agar tubuh cepat berkeringat dan berat badan cepat turun. Harus diketahui bahwa tidak ada hubungan antara kebugaran, berat badan serta pembakaran lemak dengan banyaknya jumlah keringat yang keluar. Justru ketika kita berolahraga di suhu dan kelembaban yang tinggi, baju olahraga harus cukup tipis dan mampu menyerap keringat.
Warna baju olahraga sebaiknya cerah sehingga tidak menyerap panas matahari. Berat badan yang berkurang setelah olahraga bukanlah indikator berkurangnya lemak tubuh, namun justru menunjukkan seberapa banyak cairan yang "terperas" keluar dari tubuh.

Apabila seseorang memaksakan diri berolahraha di terik matahari dan menggunakan jaket, maka resiko yang dihadapi adalah dehidrasi dan cedera akibat panas. Cedera akibat panas memiliki beberapa tingkatan, mulai dari yang paling ringan berupa kram otot sampai yang berat berupa syok, bahkan sampai heat stroke yang dapat mengakibatkan kematian.
Pada tulisan berikutnya akan dijelaskan gejala, cara penanganan dan pencegahan cedera akibat sengatan panas.

- Posted using BlogPress from my iPad